Rabu, 03 November 2010

Sarjana Tanda Tangan Lulus




Oleh : R.J.Kadarisman

" Mau kemana om, minggu-minggu kok enggak ikutan mbersihin kampung, malah bawa buku tebel. Lha kok bajunya setil (rapi dan trendy)" tanya seorang bocah pada sang paman.
" Om mau pergi kuliah " jawab sang paman datar. Masih tidak puas dengan jawaban tadi sang bocah bertanya lagi:
" Kuliah , emang ada kuliah hari Minggu, jangan-jangan om mau apel ya " Kata sang bocah lagi.
" Hus, anak kecil tahu apa, gini-gini om sudah semester akhir lho, meski kuliahnya cuma Sabtu - Minggu kayak perkemahan pramuka, yang penting khan kuliah dan ada embel-embelnya besok. Sana main aja, kencing belum lurus aja banyak nanya... dasar sontoloyo " kata sang paman dengan nada tinggi mengusir si bocah.

Sambil ngeloyor pergi Sontoloyo cuman bilang : " iya seperti bapaknya Panjul, kuliah enggak pernah, tahu-tahu besok wisuda ya Om. Katanya sih bapaknya Panjul lulusan STTL alias Sarjana Tanda Tangan Lulus " kata si bocah setengah mengejek.

Ya inilah realita dunia pendidikan kita, kalau mau jujur dibeberapa kabupaten sejalan dengan semangat otonomi daerah dan gerakan giat belajar, telah bermunculan perguruan tinggi baik yang berafiliasi dengan PT di daerah lain yang menawarkan masa kuliah singkat tapi dapat gelar. Mulai dari PT yang katanya ada kerjasama dengan PTN ternama di P. Jawa dan Sulawesi sampai-sampai PT yang menggunakan nama Raja-raja zaman dulu. Mungkin saja tanpa ada seleksi yang ketat dari Kopertis ada PT yang diberi nama Universitas Mpu Gandring, Sekolah Tinggi Ken Arok dan lain sebagainya. Dalam liflet dan selebaran promosi yang dicetak dengan kertas deluxe menawarkan biaya murah dan waktu tempuh hanya 2 tahun dapat gelar S-1. Bahkan yang paling menggelikan lagi para mahasiswanya banyak berasal dari unsur dunia pendidikan dan pegawai tingkat desa dan kecamatan. Yang notabene memahami model perkuliahan dan juga output yang akan dihasilkan. Sebutlah Kepala SD anu, pegawai kantor Diknas, staf ahli kelurahan dan kecamatan ikut-ikutan mengambil program ini. Selentingan yang beredar sih biar tambah keren dan bisa ikutan ngomong di sana -sini dalam berbagai forum pertemuan kalangan intelek (katanya) di tingkat desa dan kecamatan. Selain itu juga tidak mau kalah dengan bapak-bapak pejabat daerah yang juga bergelar MM, MSi, MPd, M......ber.

Fenomena menarik dari sebuah bangsa yang masyarakatnya baru saja bangun dari tidur panjang dan setengah terperanjat akan adanya perubahan paradigma pendidikan. Mereka berlomba-lomba untuk ikut menyemarakan eforia " Pendidikan adalah kunci Masa depan. "

Pendapat itu sah-sah saja dan tak ada yang melarang, namun ya harus dilihat pendidikan model yang bagaimana yang harus diikuti, bukan hanya sebatas mengejar title dan gelar kesarjanaan saja yang pada akhirnya berbuntut pada pelecehan gelar akademik seperti judul dia atas " Sarjana Tanda Tangan Lulus". Dan memang ini telah terjadi di sekitar kita. Tak pernah masuk dan hanya titip tanda tangan atau masuk tempo-tempo dua tahun kemudian lulus. Yang penting SPP lancar dan ada THR untuk dosen pasti lancar. Apakah memang ini yang sedang kita cari dari sebuah bangsa yang pernah merasakan pembodohan dan pembatasan hak untuk meraih pendidikan yang layak. Akhirnya semua dikembalikan pada diri masing-masing apakah para sarjana STTL ini siap untuk dan berani untuk terjun kemasyarakat dan berperan aktif di masyarakat sebagai tuntunan dan bukan menjadi Tontonan. Kalau masih hanya sebatas duduk dan mendengarkan pendapat orang lain, dan tidak mampu mengambil peran aktif kiranya hanya ucapan Selamat menjadi Sarjana Tanda Tangan Lulus yang layak diberikan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar